Isu tanggung jawab
sosial (social corporate responsibility) adalah suatu topik yang
berkenaan dengan etika bisnis. Disini terdapat tanggung jawab moral perusahaan
baik terhadap karyawan perusahaan dan masyarakat disekitar perusahaan. Oleh
karena itu berkaitan pula dengan moralitas, yaitu sebagai standar bagi individu
atau sekelompok mengenai benar dan salah, baik dan buruk. Sebab etika merupakan
tata cara yang menguji standar moral seseorang atau standar moral masyarakat.
Disini etika
bisnis adalah pengaturan khusus mengenai moral, benar dan salah. Fokusnya
kepada standar-standar moral yang diterapkan dalam kebijakan-kebijakan bisnis,
institusi dan tingkah laku. Dalam konteks ini etika bisnis adalah suatu
kegiatan standar moral dan bagaimana penerapannya terhadap sistem-sistem dan
organisasi melalui masyarakat modern yang menghasilkan dan mendistribusikan
barang dan jasa dan kepada mereka yang bekerja di organisasi tersebut. Etika
bisnis, dengan kata lain adalah bentuk etika terapan yang tidak hanya
menyangkut analisis norma-norma moral dan nilai-nilai moral, tetapi juga
menerapkan konklusi analisis ini terhadap lembaga-lembaga, teknologi,
transaksi, aktivitas-aktivitas yang kita sebut bisnis.
Disamping itu
tanggung jawab sosial perusahaan berkaitan dengan teori utilitarisme
sebagaimana diutarakan Jeremy Bentham. Menurut utilitarisme suatu perbuatan
atau aturan adalah baik, kalau membawa kesenangan paling besar untuk jumlah
orang paling besar (the greatest good for the greatest number), dengan
perkataan lain kalau memaksimalkan manfaat.
Hal itu dapat
dipahami dari bila perusahaan melakukan kegiatan bisnis demi mencari keuntungan
dan juga ikut memikirkan kebaikan, kemajuan, dan kesejahteraan masyarakat
dengan ikut melakukan berbagai kegiatan sosial yang berguna bagi masyarakat.
Kegiatan sosial tersebut sangat beragam, misalnya menyumbangkan dan untuk
membangun rumah ibadah, membangun prasarana dan fasilitas sosial dalam
masyarakat, seperti listrik, air, jalan, tempat rekreasi, melakukan
penghijauan, menjaga sungai dari pencemaran atau ikut membersihkan sungai dari
polusi, melakukan pelatihan cuma-cuma bagi pemuda yang tinggal di sekitar
perusahaan, memberi beasiswa kepada anak dari keluarga yang kurang mampu
ekonominya, dan seterusnya.
Dalam perkembangan
etika bisnis yang lebih mutakhir, muncul gagasan yang lebih konfrehensif
mengenai lingkup tanggung jawab sosial perusahaan ini. Paling kurang sampai
sekarang ada empat bidang yang dianggap dan diterima sebagai termasuk dalam apa
yang disebut sebagai tanggung jawab sosial perusahaan.
Pertama, keterlibatan
perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan
masyarakat luas. Sebagai salah satu bentuk dan wujud tanggung jawab sosial
perusahaan, perusahaan diharapkan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan yang
terutama dimaksudkan untuk membantu memajukan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Jadi, tanggung jawab sosial dan moral perusahaan di sini terutama
terwujud dalam bentuk ikut melakukan kegiatan tertentu yang berguna bagi
masyarakat.
Kedua, perusahaan telah
diuntungkan dengan mendapat hak untuk mengelola sumber daya alam yang ada dalam
masyarakat tersebut dengan mendapatkan keuntungan bagi perusahaan
tersebut. Demikian pula, sampai tingkat tertentu, masyarakat telah menyediakan
tenaga-tenaga profesional bagi perusahaan yang sangat berjasa
mengembangkan perusahaan tersebut. Karena itu, keterlibatan sosial
merupakan balas jasa terhadap masyarakat.
Ketiga, dengan tanggung
jawab sosial melalui berbagai kegiatan sosial, perusahaan memperlihatkan
komitmen moralnya untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan bisnis tertentu
yang dapat merugikan kepentingan masyarakat luas. Dengan ikut dalam berbagai
kegiatan sosial, perusahaan merasa punya kepedulian, punya tanggung jawab
terhadap masyarakat dan dengan demikian akan mencegahnya untuk tidak sampai
merugikan masyarakat melalui kegiatan bisnis tertentu.
Keempat, dengan
keterlibatan sosial, perusahaan tersebut menjalin hubungan sosial yang lebih
baik dengan masyarakat dan dengan demikian perusahaan tersebut akan lebih
diterima kehadirannya dalam masyarakat tersebut. Ini pada gilirannya akan
membuat masyarakat merasa memiliki perusahaan tersebut, dan dapat menciptakan
iklim sosial dan politik yang lebih aman, kondusif, dan menguntungkan bagi
kegiatan bisnis perusahaan tersebut. Ini berarti keterlibatan perusahaan dalam
berbagai kegiatan sosial juga akhirnya punya dampak yang positif dan
menguntungkan bagi kelangsungan bisnis perusahaan tersebut di tengah
masyarakat tersebut.
Perkembangan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
World Business
Council for Sustainable Development memberikan definisi Tanggung Jawab
Sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai:
“business’
commitment to contribute to sustainable economic development, working with
employees, their families, the local community, and society at large to improve
their quality of life
Yaitu komitmen
bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan,
bekerjasama dengan para pegawai, keluarga mereka, komunitas lokal, dan masyarakat
luas untuk meningkatkan kualitas hidup bersama.
Lebih lanjut lagi
World Business Council menambahkan:
“Continuing
commitment by business to behave ethically and contribute to economic
development while improving the quality of life of the workforce and their
families as well as of the local community and society at large”
Yaitu komitmen
dunia usaha yang terus-menerus untuk bertindak secara etis, beroperasi secara
legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan
kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan
kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.
Di negara lain
seperti Amerika Serikat, CSR telah berkembang menjadi etika bisnis yang begitu
penting dan memberikan tekanan bagi perusahaan-perusahaan untuk
mengimplementasikannya. Pentingnya CSR juga dapat kita lihat dari beberapa
pernyataan eksekutif perusahaan besar yang ada di sana. Seperti contohnya CEO Kellog
yang menyatakan bahwa terdapat berbagai kriteria suatu perusahaan yang sukses.
Kriteria yang utama adalah keuntungan dan naiknya nilai saham. Namun ada
kriteria lain yang sangat penting untuk kita pegang, yaitu tanggung jawab
sosial. Phil Knight, CEO Nike juga turut menyatakan bahwa keberhasilan
Nike dan setiap perusahaan global pada abad 21 ini diukur melalui dampak yang
kami hasilkan kualitas kehidupan masyarakat, selain melalui kenaikan
harga saham maupun margin keuntungan.
Pada tahun 2002
berdasarkan hasil survei KPMG, suatu firma profesional di Amerika Serikat yang
bergerak di bidang jasa, terhadap 250 perusahaan besar, telah terjadi
peningkatan yang signifikan atas jumlah perusahaan yang melaporkan bentuk
tanggung jawab sosial mereka (CSR), yaitu dari 35 % pada tahun 1999 menjadi 45
% pada tahun 2002. Adapun bentuk CSR yang menjadi trend di Amerika
Serikat, antara lain seperti kontribusi uang tunai, grants, paid advertising,
promotional sponsorship, technical expertise, in-kind contributions, employee
volunteers.
Implementasi CSR
diawali dengan diajukannya Corporate Social Initiatives (inisiatif
sosial perusahaan). Inisiatif sosial perusahaan dapat didefinisikan
sebagai major activities undertaken by a corporation to support social
causes and to fulfill commitments to corporate social responsibility, yaitu
berbagai kegiatan atau aktivitas utama perusahaan yang dilakukan untuk
mendukung aksi sosial guna memenuhi komitmen dalam tanggung jawab sosial
perusahaan.
Inisiatif
sosial dapat langsung berasal dan dilakukan oleh perusahaan terkait, ataupun
dapat merupakan inisiatif atau proposal yang berasal dari pihak lain
seperti lembaga non-profit, dan inisiatif sosial kemudian diwujudkan dalam
bentuk kerjasama di antara kedua belah pihak.
Di Ameriksa
Serikat, terlihat kecenderungan perusahaan-perusahaan yang melihat CSR tidak
lagi menjadi kewajiban yang dapat membebani perusahaan, tetapi justu dapat
dijadikan sebagai alat atau strategi baru dalam hal pemasaran atau marketingperusahaan.
Dalam suatu artikel di Harvard Business Review tahun 1994,
Craig Smith mengetengahkan “The New Corporate Philanthropy,” yang
menjelaskan sebagai suatu perpindahan kepada bermunculannya
komitmen-komitmen jangka panjang perusahaan-perusahaan untuk memperhatikan atau
turut serta dalam suatu inisiatif atau permasalahan sosial tertentu, seperti
memberikan lebih banyak kontribusi dana, dan hal ini dilakukan dengan cara yang
juga akan dapat mencapat tujuan-tujuan atau sasaran bisnis perusahaan.
Dalam artikelnya,
Smith juga memberikan beberapa ulasan singkat dalam sejarah yang menjadi tolak
ukur perubahan atau evolusi atas pandangan perusahaan-perusahaan terhadap CSR
di Amerika Serikat. Sekitar tahun 1950-an, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan
yang menarik segala restriksi hukum dan menyatakan tidak berlaku segala aturan
tidak tertulis yang menghalangi keterlibatan perusahaan dalam isu-isu sosial. Sehingga,
pada tahun 1960-an, dengan telah ditariknya halangan-halangan tersebut
diatas, perusahaan-perusahaan mulai merasakan adanya tekanan atas diri mereka
untuk menunjukkan tanggung jawab sosial mereka, dan banyak perusahaan yang
mulai mendirikan in-house foundations atau unit khusus untuk
menangani hal ini. Pada tahun 1970-an dan 1980-an, banyak perusahaan yang
cenderung menyokong isu-isu sosial yang paling tidak terkait dengan bisnis
perusahaan mereka, menyokong beraneka ragam isu sosial (tidak terpaku hanya
satu), dan bentuk tanggung jawab sosial disalurkan melalui suatu yayasan atau
unit lain yang terpisah dari perusahaan. Hal ini dapat dilihat dalam
kasus Exxon Valdez Oil Spill(tumpahan minyak Exxon) pada tahun
1989.
Pada tahun
1990-an, cara pandang pun berubah dimana CSR suatu perusahaan tidak hanya
diarahkan untuk turut mencapai sasaran-sasaran bisnis perusahaan, tapi
perseroan tersebut juga harus menyokong kegiatan-kegiatan dengan memanfaatkan
keahlian dalam bidang pemasaran (marketing expertise), bantuan
teknis perseroan (technical assistance), dan sukarelawan dari kalangan
pegawai.
David Hess,
Nikolai Rogovsky, dan Thomas W.Dunfee menyatakan bahwa salah satu faktor yang
turut mengubang cara pandang terhadap CSR adalah “moral marketplace
factor,” yang menambah pentingnya penerimaan atau cara pandang
terhadap moralitas suatu perusahaan (corporate morality) yang akan turut
mempengaruhi konsumen, investor dan para pegawai dalam memilih ataupun
berinvestasi.
Dari pemaparan
diatas, secara garis besar, ada 2 bentuk pendekatan terhadap CSR, yaitu
pendekatan tradisional (traditional approach) dan pendekatan baru (new
approach). Dalam pendekatan tradisional, CSR oleh
perusahaan-perusahaan hanya dipandang oleh sebagai kewajiban semata (fulfilling
an obligation), sedangkan dalam pendekatan baru, CSR tidak hanya dipandang
sebagai kewajiban yang harus dipenuhi, tetapi juga dapat turut membantu
mencapai sasaran-sasaran bisnis perusahaan.
Di Amerika Serikat
juga beredar wacana bahwa apabila suatu perusahaan berpartisipasi dalam
isu-isu sosial, tidak hanya perusahaan tersebut akan kelihatan baik di mata
para konsumen, investor, dan analis keuangan, tapi perusahaan tersebut akan
memiliki reputasi yang baik di mata Congress, atau bahkan di dalam ruang
pengadilan apabila terlibat dalam suatu perkara.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Business for Social Responsibility, adapun
manfaat yang dapat diperoleh oleh suatu perusahaan yang mengimplementasikan CSR
antara lain :
1.
Peningkatan penjualan dan pangsa pasar (Increased sales and
market share)
2.
Memperkuat posisi nama atau merek dagang (strengthened brand
positioning)
3.
Meningkatkan citra perusahaan (Enhanced corporate image and
clout)
4.
Meningkatkan kemampuan untuk menarik, memotivasi dan
mempertahankan pegawai (Increased ability to attract, motivate,
and retain employees)
5.
Menurunkan biaya operasi (Decreasing operating cost)
6.
Meningkatkan daya tarik bagi investor dan analis keuangan (Increased
appeal to investors and financial analysts)
Lebih lanjut,
pentingnya CSR terlihat dari hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Business
for Social Responsibility pada tahun 1999 terhadap 25.000 responden di
23 negara, yang menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
1. 90
% reponden menghendaki setiap perusahaan untuk memikirkan masalah CSR
selain keuntungan.
2. 60 %
responden mengatakan bahwa bentuk perusahaan yang bagus itu didasari kepada
persepsi pada CSR.
3. 40 %
responden mengatakan bahwa mereka memiliki pandangan negative atau akan berkata
negative terhadap sutau perusahaan yang tidak melakukan CSR.
4. 17 %
responden mengatakan akan menghindar untuk berhubungan dengan perusahaan yang
tidak memiliki tanggung jawab sosial.
Hasil uraian dan beberapa penelitian diatas menunjukkan bahwa CSR memberikan
banyak keuntungan bagi perusahaan-perusahaan yang mengimplementasikannya.
Dengan kata lain, sembari memenuhi kewajiban sosial, suatu perusahaan dapat
turut serta meraih keuntungan bisnis. Di Indonesia sendiri, hal ini juga pasti
akan sanget menguntungkan. Banyak perusahaan-perusahaan yang telah berhasil
mengimplementasikan CSR dan turut memanfaatkannya untuk mendatangkan keuntungan
perusahaan, dan tidak lagi memandangnya sebagai suatu kewajiban belaka.
Perusahaan-perusahaan yang lain yang belum dapat turut menggunakan pendekatan
ini. Perusahaan-perusahan yang ingin menerapkan CSR dapat memilih berbagai macam
bentuk inisiatif sosial.
Kotler dan Lee
menyebutkan bahwa setidaknya ada 6 opsi untuk “berbuat kebaikan” (Six
options for Doing Good) sebagai inisiatif sosial perusahaan yang dapat
ditempuh dalam rangka implementasi CSR, yaitu :
1.
Cause Promotions
Suatu perusahaan
dapat memberikan dana atau berbagai macam kontribusi lainnya, ataupun sumber
daya perusahaan lainnya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat atas suatu isu
sosial tertentu, ataupun dengan cara mendukung pengumpulan dana, partisipasi
dan rekruitmen sukarelawan untuk aksi sosial tertentu.
Contohnya
perusahaan kosmetika terkemuka di Inggirs, The Body Shop,
mempromosikan larangan untuk melakukan uji produk terhadap hewan. The
Body Shop sendiri. mengklaim bahwa produk-produk yang dijualnya tidak
diuji coba terhadap hewan. Hal ini dapat dilihat pada kemasan
produk-produk The Body Shop yang mencantumkan kata-kata against
animal testing.
2. Cause-Related Marketing
Suatu perusahaan
dalam hal ini berkomitmen untuk berkontribusi atau menyumbang sekian persen
dari pendapatannya dari penjualan suatu produk tertentu miliknya untuk isu
sosial tertentu.
Contohnya seperti
Unilever yang memberikan sekian persen dari penjualan sabun produksinya,
Lifebuoy, untuk meningkatkan kesadaran hidup bersih dalam masyarakat, dengan
cara membangun fasilitas kamar kecil dan wastafel di sekolah-sekolah, terutama
di daerah-daerah terpencil. Kemudian Danone, yang juga
merupakan produsen air mineral AQUA memberikan sekian persen hasil
penjualannya untuk membangun jaringan air bersih di daerah sulit air di
Indonesia.
3. Corporate Social Marketing
Suatu perusahaan
dapat mendukung perkembangan atau pengimplementasian kampanye untuk merubah
cara pandang maupaun tindakan, guna meningkatkan kesehatan publik, keamanan,
lingkungan, maupun kesejahteraan masyarakat. Contohnya seperti Unilever yang
memrpoduksi pasta gigi Pepsodent mendukung kampanye gigi sehat. Kemudian
Phillip Morris di Amerika Serikat mendorong para orang tua untuk berdiskusi
dengan anak-anak mereka mengenai konsumsi tembakau.
4. Corporate Philanthropy
Dalam hal ini,
suatu perusahaan secara langsung dapat memberikan sumbangan, biasanya
dalam bentuk uang tunai. Pendekatan ini merupakan bentuk implementasi
tanggung jawab sosial yang paling tradisional. Contohnya suatu perusahaan
dapat langsung memberikan bantuan uang tunai ke panti-panti sosial, ataupun
apabila tidak uang tunai, dapat berupa makanan ataupun alat-alat yang
diperlukan.
5. Community Volunteering
Dalam hal ini,
perusahaan dapat mendukung dan mendorong pegawainya, mitra bisnis maupun para
mitra waralabanya untuk menjadi sukarelawan di organisasi-organisasi
kemasyarakatan lokal. Contohnya suatu perusahaan dapat mendorong atau bahkan
mewajibkan para pegawainya untuk terlibat dalam bakti sosial atau gotong-royong
di daerah dimana perusahaan itu berkantor. Contoh lainnya seperti
perusahaan-perusahaan yang memproduksi komputer ataupun piranti lunak mengirim
orang-orangnya ke sekolah-sekolah untuk melakukan pelatihan-pelatihan langsung
menyangkut keterampiran komputer.
6. Socially Responsible Business Practices
Misalnya
perusahaan dapat mengadopsi dan melakukan praktek-praktek bisnis dan investasi
yang dapat mendukung isu-isu sosial guna meningkatkan kelayakan masyarakat (community
well-being) dan juga melindungi lingkungan. Seperti contohnya Starbucksbekerjasama
dengan Conservation International di Amerika Serikat untuk
mendukung petani-petani guna meminimalisir dampak atas lingkungan mereka.
Hukum Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan
Sebelum lahirnya
Undang-undang Penanaman Modal dan Undang-undang Perseroan Terbatas yang baru,
tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility merupakan
etika bisnis yang tidak tertulis di Indonesia. Namun kini etika ini telah
normatif dengan diundangkannya Undang-undang No.40 tahun 2007 dan Undang-undang
No.25 tahun 2007.
Undang-Undang
Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pasal 15 menyebutkan bahwa setiap
penanam modal berkewajiban :
1.
menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik
2.
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan
3.
membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan
menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal
4.
mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan atas
Pasal 15 (b) lebih lanjut menerangkan bahwa ”tanggung jawab sosial perusahaan”
adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk
tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan,
nilai, norma dan budaya masyarakat setempat.[25]
Undang-Undang
Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 74 yang menentukan bahwa:
(1)
Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
(2)
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan merupakan kewajiban Perseroan yang
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya
dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran
(3)
Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam penjelasan
Pasal 74 ayat (3) dijelaskan lebih lanjut bahwa yang dimaksud ”dikenai sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah dikenai segala
bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait